Sabtu, 12 Desember 2009

Who are U... CARROT, EGG, or COFFEE ???


Seorang anak berlari menghampiri ayahnya dan mengeluh soal pelajaran yang sulit dan tidak bisa ia kerjakan. Ia berkata, "Mengapa guruku memberikan pekerjaan rumah yang sangat sulit, aku merasa malas dan tidak mampu untuk mengerjakannya...". Kebetulan ayah anak ini adalah seorang koki, dan membawanya ke dapur.

Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas kompor. Setelah air tersebut mendidih, ia memasukkan wortel di panci yang pertama, telur di panci yang kedua, dan bubuk kopi di panci yang ketiga. Setelah menunggu beberapa menit, sang ayah mengambil panci pertama yang berisikan wortel dan menyisihkannya ke sebuah mangkuk, mengangkat telur dan menaruhnya di mangkuk yang lain, serta menuangkan kopi ke mangkuk yang lainnya lagi.

Lalu sang ayah bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” "Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, sang ayah memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi "kesulitan" yang sama, yaitu melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan, tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan, tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kamu menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut, namun setelah mengalami kesulitan maka hatimu menjadi keras dan kaku".

“Atau kamu adalah bubuk kopi? Yang merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang khas. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”


(,^^OVERALL CONCLUSION^^,)

Sama halnya dengan proses pembelajaran, yang tidak selalu mendatangkan kesenangan untuk mempelajarinya. Kadang kala terdapat proses-proses yang membuat kita merasa bosan, malas, dan tidak ingin untuk belajar. Akan tetapi reaksi kita dalam menghadapi 'kesulitan-kesulitan' inilah yang akan membawa kita pada pintu kesuksesan.

Jika kita MENYERAH pada kemalasan dan ketidakmampuan, maka kita TIDAK AKAN memperoleh pengetahuan dan kesuksesan yang lebih, sebaliknya jika kita TERUS BERJUANG untuk menghadapinya, maka PINTU KESUKSESAN AKAN TERBUKA LEBAR, dan tentunya hal tersebut akan menambah motivasi untuk mempelajari hal-hal yang baru. Hal ini juga tidak luput dari peran serta keluarga, orangtua, guru, maupun pihak sekolah sebagai sarana dan fasilitator kita dalam melakukan suatu proses pembelajaran.

Jumat, 11 Desember 2009

Teacher... You Must Know It


"Bila siswa TIDAK BISA BELAJAR dengan cara guru MENGAJAR, maka guru harus belajar mengajar dengan cara siswa BISA BELAJAR"

Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Guru mempunyai peranan ganda sebagai pendidik, pengajar, sekaligus pembimbing bagi murid-muridnya.

Tugas guru yang utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak, yaitu dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Guru menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Selain itu, guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik.

Guru sebagai pengajar mempunyai tugas untuk membantu perkembangan intelektual, afektif, dan psikomotor melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan, dan keterampilan. Guru sebagai pengajar dipandang sebagai ekspert, atau orang yang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkan. Para siswa dan masyarakat menilai dan mengharapkan guru mengetahui dan menguasai segala hal tentang ilmu yang diajarkan.

Selain sebagai pendidik dan pengajar, guru juga mempunyai peran sebagai pembimbing. Perkembangan anak tidak selalu lancar, adakalanya lambat dan mungkin juga berhenti sama sekali. Oleh karena itu mereka memerlukan bantuan dan bimbingan dari guru. Sebagai pembimbing, guru perlu memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya, serta latar belakang siswa yang bersangkutan.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran, antara lain:
  • Kompetisi, guru berusaha untuk menciptakan persaingan di antara para siswa untuk meningkatkan prestasi belajar.
  • Tujuan yang jelas, semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka makin besar pula motivasi siswa untuk melakukan suatu perbuatan
  • Mengadakan penilaian atau tes, karena pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan mau memperoleh nilai yang baik
  • Memberikan reward atau reinforcement pada saat siswa berhasil mencapai pretasi yang terbaik, karena dapat menumbuhkan rasa penghargaan dalam diri siswa yang bersangkutan.

Referensi:
Mulyasa, E. (2006). Menjadi guru profesional: Menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prashnig, B. (2007). The power of learning styles (Nina Fauziah, Penerj.). Bandung: Kaifa.

Sukmadinata, N. S. (2003). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Important For Parents To Know

"Orangtua yang bijaksana dan memberikan perhatian besar, dapat membangkitkan kemauan belajar anak serta motivasi untuk mendapat prestasi belajar yang tinggi, baik di rumah maupun disekolah"

Keterkaitan orang tua dalam proses pembelajaran sangat penting, jika ada pekerjaan rumah yang tidak bisa dijawab, harusnya orang tua juga kreatif mencari dari buku yang lain atau pun membimbing anak mencarikan hal-hal yang lain sehingga dia merasa bahwa orang tuanya tidak sekadar memberikan uang jajan atau menyekolahkan dia, tetapi juga ikut meningkatkan kreativitas atau meningkatkan pendidikannya. Selama ini sebagian orang berpikir bahwa pendidikan itu hanya merupakan tanggung jawab sekolah. Oleh sebab itu, ketika orang tua memasukan anaknya ke sekolah, mereka seolah-olah berpikir bahwa masalah telah selesai. Padahal mereka lupa bahwa orang tua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberhasilan pendidikan itu sendiri.

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah berpergaruh positif pada hal-hal berikut, antara lain:
  • Membantu penumbuhan rasa percaya diri pada anak, dan rasa penghargaan terhadap diri
  • Meningkatkan pencapaian prestasi akademik yang baik
  • Meningkatkan hubungan orangtua-anak
  • Membantu orangtua bersikap positif terhadap sekolah
  • Menjadikan orangtua mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap proses pembelajaran di sekolah.
Pendidikan anak pada hakikatnya adalah tanggung jawab para orang tua. Oleh karena itu keterlibatan orang tua dalam mendukung sukses anak menuntut ilmu di sekolah merupakan kewajiban. Untuk menjadi pendidik yang baik, orang tua mesti menghiasi dirinya dengan keteladanan. Sebagai contoh dapat diingat semboyan "tut wuri handayani". Peran orangtua sangat penting, untuk itu perlu sikap-sikap orang tua sebagai pendidik yang sabar, lembut, dan penuh kasih sayang. Dengan berbuat demikian, diharapkan akan membentuk anak-anak yang cerdas dan berkualitas baik secara jasmani maupun rohani.

Dengan adanya keterlibatan orangtua dalam proses belajar anak, dapat diperoleh beberapa manfaat, antara lain anak memiliki sikap yang lebih positif dalam belajar. Kedua, anak lebih bersemangat untuk ke sekolah. Ketiga, anak menunjukkan prestasi belajar yang lebih baik. Terakhir, anak cenderung dapat menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang tertinggi dan meraih pekerjaan yang memadai.


Referensi:
Armstrong, T. (2000). Setiap anak cerdas: Panduan membantu anak belajar dengan memanfaatkan multiple intelligence-nya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Big Five Important Factors To Study


Anak hanya dapat belajar apabila baik pikiran maupun badannya berada dalam kondisi yang sesuai. Guna mencapai hal tersebut terdapat lima faktor pokok yang harus dipenuhi.

1. Tempat Belajar
Supaya anak dapat belajar dengan baik, perlu diciptakan suasana agar anak dapat berkonsentrasi. Hal-hal apa saja yang dapat mengganggu harus dihindarkan. Tempat paling baik, jika anak mempunyai kamar sendiri, di mana anak dapat menghafalkan atau berlatih dengan suara yang nyaring, dan jelas bahwa radio, TV, kaset, dan perlatan elektronik lainnya tidak boleh dihidupkan. Apabila tidak mungkin belajar di kamar sendiri tetap harus diusahakan agar anak mempunyai ruang belajar dengan suasana yang tenang agar anak dapat berkonsentrasi

2. Waktu dan Lamanya Belajar
Waktu belajar yang baik biasanya sepulang sekolah, setelah beristirahat sejenak, dan langsung mulai belajar. Hasil paling baik dapat diraih apabila bahan tertentu dipelajari selama beberapa hari. Jauh lebih baik selama beberapa hari mempelajari bahan daripada berjam-jam pada malam hari sebelum ujian. Selain itu, terbukti bahwa bahan yang dipelajari dan dihafalkan sedikit demi sedikit jauh lebih "bertahan" daripada bahan yang langsung dipelajari banyak dalam waktu berjam-jam.

3. Urutan Mata Pelajaran yang Dipelajari
Oleh karena makin lama belajar konsentrasi makin menurun, harus dimulai dengan mata pelajaran yang sukar. Waktu yang tersisa dapat dipakai untuk mengerjakan yang gampang dan menarik. Pelajar harus mulai dengan hafalan yang paling sukar, setelah lebih kurang setengah jam diselingi tugas menulis. Setengah jam kemudian pelajaran yang sukar diteruskan. Sesudah kira-kira setengah jam diganti lagi dengan menulis atau hafalan yang lebih gampang, sampai semua dikuasai. Baik urutan maupun pergantian bahan pelajaran penting untuk diperhatikan, karena dengan demikian semua mata pelajaran mendapat perhatian yang sama.

4. Kondisi Badan
Anak harus cukup tidur dan waktu belajar tidak diganggu oleh rasa lapar. Jika anak kekurangan istirahat atau belajar pada saat lapar, maka hal ini dapat menganggu konsentrasi anak. Jika konsentrasi sudah terganggu, maka bahan yang dipelajari tidak akan terserap dengan baik oleh anak.

5. Perencanaan Studi
Perencanaan merupakan dasar keberhasilan, juga untuk studi. Anak dapat dan harus dibantu oleh para orangtua dan guru. Merekalah yang dapat dan harus meletakkan dasar sikap mampu merencanakan. Hal ini perlu dipersiapkan dan diajarkan sejak masih duduk di bangku SD.


Referensi:
Sanders, L. F. J. (1995). Membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah: Pedoman bagi orangtua dan guru. Jakarta: Gramedia.

Learning Style Is Life Style


Menurut Dr. Rita dan Dr. Kenneth Dunn, "gaya belajar adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru dan sulit"(dikutip oleh Prashnig, 2007).

Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang, yaitu modalitas visual, auditori, dan kinestetik (V-A-K). Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya.

1. Visual (belajar dengan cara melihat)
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mempermudah proses belajar anak visual:
  • Menggunakan materi visual, seperti gambar, diagram, peta
  • Gunakan warna untuk menandai hal-hal yang penting
  • Menggunakan multimedia, seperti komputer dan video dalam proses pembelajaran
  • Mengajak anak untuk menuangkan ide-idenya ke dalam gambar

2. Auditory (belajar dengan cara mendengar)
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi-rendahnya suara), kecepatan berbicara, dan hal-hal auditori lainnya. Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mempermudah proses belajar anak visual:
  • Mengajak anak untuk ikut serta dalam diskusi, baik di dalam maupun di luar kelas
  • Menggunakan musik dalam memberikan pengajaran kepada anak
  • Biarkan anak merekan materi pelajarannya ke dalam kaset, dan mendorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh)
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar seperti ini, belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
  • Jangan memaksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam
  • Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar
  • Mengajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya

Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, abak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang itu sendiri.


Referensi:
DePorter, B., & Hernacki, M. (2002). Quantum learning: Membiasakan membaca nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Prashnig, B. (2007). The power of learning styles (Nina Fauziah, Penerj.). Bandung: Kaifa.

Silberman, M. L. (2006) Active learning: 101 cara belajar siswa aktif (edisi revisi) (R. Muttaqien, Penerj.). Bandung: Nusamedia. (Karya asli diterbitkan tahun 1996).

The Power Of Motivation


Berbicara soal motivasi, dewasa ini tampaknya berkembang suatu gejala yang cukup mengkhawatirkan para pendidik, yakni adanya krisis motivasi pada siswa. Gejala yang ditunjukkannya antara lain: berkurangnya perhatian untuk belajar, kelalaian dalam mengerjakan tugas-tugas dan pekerjaan rumah, menunda persiapan ujian, serta pandangan "asal lulus" atau "asal naik kelas".

Motivasi merupakan proses yang memberikan semangat dan arah pada perilaku. Artinya, perilaku tersebut penuh dengan energi, terarah, dan bertahan lama. Motivasi murid di kelas berkaitan dengan alasan di balik perilaku murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi semangat, punya arah, dan dipertahankan dalam jangka lama. Jika murid tidak menyelesaikan tugas karena bosan, maka dia kekurangan motivasi. Sebaliknya, jika murid mencoba menghadapi tantangan dalam proses pembelajarannya, dan terus berjuang untuk mengatasi rintangan tersebut, maka dia mempunyai motivasi yang besar.

Di dalam psikologi terdapat empat perspektif yang menjelaskan motivasi, yaitu:
  1. Perspekif Behavioral, yang lebih menekankan pada imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid.
  2. Perspektif Humanistik, menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti kepekaan terhadap orang lain). Perspektif ini berkaitan erat dengan hierarchy of need dari Maslow, bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
  3. Perspektif Kognitif, yang lebih mengarah pada pemikiran murid yang akan memacu motivasi mereka. Hal ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan secara efektif.
  4. Perspektif Sosial, menekankan pada hubungan dengan orang lain yang membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan murid akan hal ini dapat tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Motivasi pada umumnya terdiri atas motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik mengarah pada dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain (atas kemauan sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Sedangkan motivasi ekstrinsik, merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan hal lainnya di luar diri siswa yang bersangkutan. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian agar memperoleh hadiah dari orangtuanya.

Kondisi malas, kurang bergairah atau kurang barhasrat dapat disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar. Motivasi dalam hal ini bisa diartikan sebagai suatu disposisi untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai. Jika siswa memiliki motivasi untuk berprestasi, diharapkan prestasi akademik siswa akan baik, karena motivasi dapat memberikan arah dan tujuan pada kegiatan belajar serta mempertahankan perilaku berprestasi dan mendorong siswa untuk memilih dan menyukai kegiatan belajar.


Referensi:
Hawadi, R. A. (2004). Psikologi perkembangan anak: Mengenal sifat, bakat, dan kemampuan anak. Jakarta: Grasindo.

Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3rd ed.). New York: McGraw-Hill.